11 Mar 2019

Ketika Si Kecil Memukul Temannya…

Anak saya itu beberapa kali kalau lagi sedang main bersama temannya, lalu mainannya direbut, reflek temannya langsung dipukul. Cepet banget gerakannya, ampe ga sempet saya tahan tangannya. Itu kenapa ya mba anak saya begitu? Padahal biasanya dia bisa ngomong dengan baik kalau lagi main sama saya.

 

Pertanyaan di atas dan beberapa pertanyaan lainnya cukup sering saya dapatkan dari orang tua, terutama untuk anak yang berusia 2 tahun ke atas. Si kecil memukul ketika mainannya diambil, atau si kecil yang diam  saja, atau si kecil yang menangis mengadu ketika mainannya diambil, adalah beberapa contoh kasus yang sering dipertanyakan oleh orang tua. Saat si kecil tidak bisa mempertahankan hak dan keinginannya dengan cara yang sesuai, jamak orang tua merasa khawatir bahwa anaknya tidak bisa bersosialisasi dengan baik.

Mari sama-sama kita lihat dari sudut pandang perkembangan dan kemampuan anak. Mulai usia 2 tahun, si Kecil biasanya mulai ketertarikan untuk bermain bersama anak lain. Namun karena kemampuannya untuk berempati dan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain masih terbatas, maka pada usia ini biasanya anak masih bermain egosentris, yaitu berpusat pada dirinya sendiri. Ia masih belum bisa memahami konsep berbagi mainan bersama orang lain, sehingga ketika anak berbagi, biasanya itu masih atas pengarahan orang tua.

Memukul atau perilaku agresif lainnya seperti berteriak, adalah respon refleks si Kecil untuk mengekspresikan dirinya. Ketika kemampuan verbalnya masih terbatas dalam mengekspresikan apa yang ia rasa dan butuhkan, maka respon tercepat yang bisa dikeluarkan sebagai bentuk protes adalah agresif. Bukan berarti si Kecil ini adalah anak yang kasar. BuBu mungkin bisa melihat situasi ini sebagai ketidaktahuan si Kecil tentang perilaku yang tepat.

Apalagi, konflik pada saat bermain bersama teman adalah satu kondisi yang jamak terjadi. Penelitian menemukan bahwa rata-rata anak yang bermain dalam kelompok mengalami 5-8x konflik dalam 1 jam, dengan durasi konflik rata-rata 2 menit (Shuntz, 1987). Wow! Ga heran rasanya kok kalau si Kecil lagi main bersama temannya, BuBu sibuk jadi wasit ya ?

Bagaimana membantu si Kecil agar bisa menyelesaikan konfliknya dengan baik? Ingat, yang kita ajarkan kepada si Kecil adalah menyelesaikan, bukan menghindari, karena konflik saat bersosialisasi pada anak-anak adalah hal yang umum terjadi. Berikut beberapa langkah yang bisa BuBu lakukan;

1.       Bantu anak mengenali mengenali perasaan dan kebutuhan dirinya sendiri

Mengidentifikasi emosi yang dirasakan serta penyebabnya bisa membantu anak solutif dalam menentukan apa yang ia butuhkan. Alih-alih hanya memeluk dan menenangkan si Kecil, BuBu bisa bantu memberikan “nama” pada situasi yang terjadi. “Kamu sebal ya mainannya diambil padahal masih ingin kamu mainkan.”; “Kamu sedih ya karena teman tidak mau bermain bergantian/bersama-sama.” Untuk bisa membantu si Kecil memahami situasi sosialnya, tentu BuBu perlu untuk mengawasi si kecil ketika sedang bermain.

 

2.       Berikan alternatif solusi

Hindari menyelesaikan permasalahan anak di depan. Artinya, Bubu bisa mulai dengan menanyakan dulu dengan apa yang si kecil inginkan/butuhkan. “Jadi, sekarang yang mau kamu lakukan apa?” atau “Sekarang apa yang kamu butuhkan untuk membuatmu merasa lebih baik?” Dengan demikian, si kecil terbiasa untuk merefleksi dulu tentang kebutuhannya, tidak sekedar melakukan apa yang diinstruksikan orang lain. Bila memang si Kecil belum tahu, maka BuBu bisa memberikan beberapa alternatif solusi, seperti apakah kamu mau mencoba ngomong baik-baik ke teman yang tadi mengambil? Apakah kamu ingin disini dulu dipeluk sama Bubu?

 

3.       Berikan kesempatan bermain bersama anak lain

Practice makes perfect. Ya ga sempurna juga sih, tapi justru dengan sering bermain bersama anak lain yang memiliki gaya bermain yang berbeda-beda, si Kecil akan mendapatkan semakin banyak pengalaman tentang interaksi sosial. Ia akan meningkatkan kemampuannya menyelesaikan konflik secara mandiri.

Tidak hanya si Kecil yang perlu belajar untuk mengatasi konflik dengan baik, tapi seringkali Bubu dan ayah pun perlu belajar untuk mendampingi anak yang sedang belajar. Karena terkadang, orang tua yang tidak siap melihat anaknya sedih karena berkonflik, secara tidak disadari justru terlalu melindungi si kecil sehingga membatasi pengalaman belajarnya. Tiga hal yang perlu dilakukan Bubu dan ayah untuk membantu si kecil belajar adalah (1) Bersikap tenang; (2) Responsif, namun tidak reaktif; dan (3) Selalu ingat bahwa anak masih belajar, sehingga kesalahan bisa terjadi.

Selamat belajar bersama Bubu, ayah, dan si Kecil! ?

 

Oleh: Nadya Pramesrani, M. Psi., Psi

Psikolog Keluarga dan Pernikahan